"Heart of Aper_Runia"

Foto saya
Stay Cool and Stay Humble... I'll be what I believe :O

5.12.12

Cerita Bersambung - Cinta Dan Pengorbanan


DEMI CINTA (II)

Hari berganti hari Tria dan Akbar semakin menunjukkan kedekatan yang sangat intim. Seperti tidak ada yang terjadi di antara mereka sebelumnya. Memang mereka adalah pasangan yang saling melengkapi. Setidaknya begitulah yang dikatakan orang – orang yang mengenal mereka dengan baik. Saat Tria membutuhkan ataupun sedang ingin sendirian, Akbar dengan mudah dan penuh perhatian mampu untuk memberikannya. Begitu juga dengan Akbar, bila Akbar sedang merindu dengan sangat ataupun sedang sibuk dengan segala aktivitasnya Tria mampu untuk mengerti. Tidak ada rasa saling menyalahkan dari mereka berdua seperti kebanyakan pasangan yang sudah menjalin hubungan dengan begitu lama. Mungkin perbedaan jarak 5 tahun di antara mereka memegang peranan penting dalam kedewasaan mereka dalam menjalin hubungan ini, tetapi satu yang pasti adalah mereka mendasarkan semuanya atas dasar cinta, kepercayaan, dan komitmen yang kuat antara mereka. Itulah yang membuat mereka mampu bertahan di tengah segala kesulitan dan masalah yang menimpa mereka.
Pernah suatu waktu mereka Akbar dan Tria berdebat tentang suatu masalah. Menurut teman – temannya mereka sampai bertengkar hebat yang menyebabkan terancamnya hubungan mereka. Untuk sebagian besar orang mungkin perpisahan adalah pilihan yang paling logis, tetapi tidak dengan Tria dan Akbar. Mereka tetap bersabar dan mampu untuk menyelesaikan permasalahan mereka dengan kepala dingin, sehingga hubungan mereka masih terselamatkan hingga sekarang. Tria menolak untuk menyebut hubungan mereka itu sebagai pacaran, sedangkan Akbar tidak pernah mempermasalahkan hal itu sama sekali. Terpenting bagi mereka berdua adalah hati mereka yang berbicara, dan sejauh yang dilihat kebanyakan orang hati mereka terikat antara satu dengan yang lainnya. Pernah suatu waktu seorang kawan bertanya kepada mereka berdua di waktu yang terpisah tentang status hubungan mereka dan bagaimana mereka merencanakan hubungan mereka ke depannya, dan hebatnya jawaban mereka pun hampir selalu sama: “Aku pasrahkan semuanya kepada Allah SWT. Yang jelas bersama dengan dia setiap waktu itu sudah cukup bagiku. Mendengar kabar darinya setiap hari, berkirim pesan setiap hari, ataupun menghabiskan waktu bersama dengan dirinya sudah menjadi anugerah terindah yang pernah aku miliki.
“Jujur aku sering memikirkan tentang hubungan kita ke depannya kelak, tetapi aku tidak mau berandai – andai terlalu jauh. Karena aku tidak mau mendahului kuasa Allah SWT atas diri kami. Sehingga bila suatu saat kita tidak ditakdirkan bersama – aku selalu berdoa dan berharap itu tidak akan pernah terjadi – aku tidak menyesal sedikitpun. Karena aku sudah berusaha untuk menjadi yang terindah baginya saat dia memiliki waktu bersamaku. Aku pasrahkan semuanya. Tolong doakan saja kita berdua... Semoga kita memang ditakdirkan bersama, sehingga segala macam ujian hidup dan ujian cinta yang kita lalui nantinya akan semakin menguatkan cinta kita bukan malah membuat kita terpisah.” Sungguh jawaban yang sangat bijak dari mereka berdua. Entah apakah ini pertanda sesuatu atau tidak, yang jelas mereka telah mengajarkan arti cinta yang sesungguhnya kepada mereka – mereka yang mengenalnya.
         Aktivitas Tria malam hari ini hanya berkutat di meja belajar dengan buku – buku pelajaran dan notebook yang sedang menyala. Lantunan lagu – lagu R&B mengalir dari notebook – nya menemani Tria mengerjakan segala aktivitasnya saat ini. Sesekali Tria melihat layar handphone – nya memastikan tidak ada panggilan ataupun pesan yang terlewatkan. Banyak sekali pesan yang masuk saat itu. Baik dari teman – temannya, ataupun orang yang tertarik dengan dirinya. Tetapi tetap saja Tria tidak menggubris mereka, karena fokus dan perhatiannya saat ini hanya pada tugasnya yang harus diselesaikan untuk esok pagi.
Tak terasa malam semakin larut dan tubuh Tria sudah tidak tahan lagi untuk segera direbahkan. Tria melihat jam yang menggantung di atas kamar tidurnya dan memang saat ini sudah dinihari. Tepat pukul 01.00 dinihari Tria membereskan semua peralatannya saat itu dan menyiapkan segala keperluan untuk esok pagi. Setelah menunaikan sholat malam Tria bergegas untuk beristirahat. Setelah mengirim pesan untuk seseorang dia segera berdoa dan lalu bergegas untuk tidur.
“Teng... Teng... Teng...” Bel istirahat berbunyi, bergegas semua siswa berlari menuju kantin untuk memuaskan lapar dan dahaga mereka. Tak terkecuali dengan Tria. Sesaat setelah dia merapikan buku catatan dan mengambil dompatnya dari dalam tas Tria bergegas menuju kantin dengan ditemani teman – teman karibnya selama di sekolah. Baru beberepa langkah meninggalkan kelas perhatian Tria terhenti karena dia mendengar namanya dipanggil seseorang dari arah belakang. Tak lama setelah itu Tria berhenti dan mencari asal muasal suara. Dan betapa kagetnya dia karena yang memanggil dirinya adalah seseorang yang selama ini sangat dia harapkan. “Ndra... Kamu yang panggil aku?” Tanya Tria membuka pecakapan.
“Ya Tri, kenapa? Ehm... Kamu gimana kabar?” Sahut Hendra dengan wajah tersipu malu.
“Baik. Kamu sendiri? Tumben nih nemuin aku, ada apa?” Selidik Tria.
“Gakpapa, Cuma sekedar lewat terus ketemu kamu deh, jadinya sekalian aja gitu. Lagian kita kan udah lama gak ngobrol bareng. Kenapa? Ada yang marah tah? Kamu lo semalem sms aku gak jelas ngucapin met bobok.” Jawab Hendra tak kalah menyelidik.
“Hah... Ya ta? Masa? Salah kirim aku Ndra, maaf. Ngaco, mang sapa yang marah? Gak ada kok.” Jawab Tria sekenanya dan terburu – buru.
“Ehm... Tri, kita ngantin dulu aja lah ya. Udah pada laper nih, ntar kamu susul kita aja di kantin. Jack kayak biasanya ya. Gak enak juga ganggu kamu disini.” Kata Dhina salah satu kawan Tria yang ikut dalam rombongan menuju kantin saat itu.
“Eh ia...” Spontan Tria memberikan ijin kepada kawan karibnya tersebut.
“Ok Tri, dah Ndra...” Jawab Dhina sambil lalu menuju kantin yang dimaksud bersama dengan kedelapan temannya yang lain.
Hendra dan Tria hanya melambaikan tangan menyambut kepergian Dhina dan kawan – kawannya tersebut. Tak beberapa lama kemudian terjadi keheningan di antara mereka. Seakan canggung siapa dulu yang harus memulai percakapan ini. Setelah beberapa lama mereka berdua berdiri entah siapa yang memulai ada inisiatif dari mereka untuk duduk. Sejurus kemudian mereka mencari tempat duduk di halaman salah satu kelas yang kebetulan saat itu sedang tidak banyak siswa yang ada disana. Dengan melihat beberapa siswa bermain sepak bola di lapangan yang menjadi satu – satunya pemandangan saat itu Hendra dan Tria melanjutkan pembicaraan mereka saat itu. Pembicaraan mereka mengalir bagaikan air. Mereka tak mempedulikan sedikitpun beberapa kawan mereka yang sedang berlalu lalang di sekitar mereka. Sesekali tawa mereka berdua membahana menjadi melodi indah pada masa SMA yang tak kan terlupakan.
Pada malam hari di hari yang sama, Akbar tidak bisa tidur dengan nyenyak. Entah mengapa pikirannya tertuju pada Tria. Beberapa hari yang lalu entah mengapa tiba – tiba Tria memintanya untuk melupakannya. Memasrahkan apa yang terjadi kehadirat Allah SWT dan jangan terlalu dalam untuk mencintai dirinya. Sontak permintaan ini membuat Akbar berpikir dengan keras. Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran Tria. Mungkin ini karena efek siklus bulanan wanita, tetapi waktu telepon terakhir kali untuk bulan ini Tria belum mengalaminya. Lalu mengapa dia seperti itu? Suasana kalut menyelimuti hati dan pikiran Akbar saat itu. Tetapi Akbar masih mencoba untuk berpikiran positif. “Yah mungkin dia lagi stres gara – gara ujian.” Begitu yang selalu dia dengung – dengungkan dalam hati.
Di depan layar notebook – nya Akbar tak bisa tenang untuk berbuat apa – apa. Hati dan pikirannya tertuju pada Tria jauh disana. Ini sudah malam kesekian dia merasakan hal seperti ini. Ada apa gerangan. Dada bagian kanannya entah mengapa terasa sakit, tak mungkin sakit itu adalah sesuatu yang kebetulan semata. Berulang – ulang pikiran negatif muncul dari dalam dirinya tetapi berulang – ulang pula Akbar mencoba menyingkirkannya dengan stigma – stigma postif yang dibangunnya. Apa mungkin ini semua karena dia sangat merindukan Tria? Mereka memang tidak memiliki banyak waktu untuk bersama. Hanya kepercayaan dan keyakinan akan masa depan yang membuat Akbar tetap mampu bertahan sampai detik ini. “Besok aku akan ke sekolah, aku akan membuat kejutan untuknya dengan kehadiranku.” Begitu tekadnya dalam hati.
Tak lama kemudian dia bergegas meninggalkan notebook – nya tetap menyala. Malam itu dia sedang membuat sesuatu untuk Tria. Itung – itung sebagai permohonan maaf setulus hati. Dia bergegas untuk pergi tidur. Setelah selesai sholat dan mengirim pesan untuk Tria dia bergegas memejamkan matanya sembari berharap esok hari agar cepat datang karena dengan demikian dia mengerti bahwa Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada dirinya untuk beribadah.

To be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar