"Heart of Aper_Runia"

Foto saya
Stay Cool and Stay Humble... I'll be what I believe :O

4.4.13

Perang Buwaib : Kehancuran Para Penyembah Api

Sore itu angin gurun berembus pelan menerpa wajah - wajah para pejuang. Debu - Debu terus membumbung tinggi ke angkasa. Terlihat jelas raut kelelahan dalam berjalan. Betapa tidak, jihad fi sabillillah bukanlah perkara yang remeh. Untuk kesekian kalinya tentara - tentara Allah SWT berjuang di bawah kilatan pedang. Benar... Jihad dan teror adalah dua sisi yang berbeda. Harapan mereka ialah ingin menghembuskan nafas terakhirnya di medan laga agar kelak dapat terhindar dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga - Nya.

Agama majusi berideologi adanya dua Tuhan. Tuhan cahaya yang menciptakan kebaikan dan Tuhan kegelapan yang menciptakan kejahatan. Semua materi di alam ini bermuara kepada dua Tuhan tersebut. Namun mereka lebih memprioritaskan Tuhan cahaya ketimbang Tuhan kegelapan. Oleh sebab itu bangsa Persia menyembah api yang menyala sebagai wujud Tuhan cahaya yang mereka yakini saat itu.

Pasca wafatnya Abu Bakar ash - Shiddiq rakhimakumullahu, Umar bin Khattab r.a. bersikukuh melanjutkan invasi militer ke wilayah Iraq yang termasuk teritorial imperium Persia. Perekrutan mujahidin pun marak dihelat di berbagai sektor. Abu Ubaid ats - Tsaqafi r.a. akhirnya dilantik sebagai panglima perang dalam misi besar yang sarat marabahaya ini. Pasukan islam terus melaju setelah mendapat sokongan personel dari beberapa pangkalan militer. Dalam tempo yang tidak terlalu lama sejumlah wilayah Iraq berhasil dikurangi secara signifikan dan didudukkan dalam kekuasaan islam. Sederet kekalahan tersebut ternyata membuat berang kerajaan Persia. Musuh mempersiapkan bala tentara berskala besar yang direncanakan untuk mengikis gempuran para mujahidin. Kedua belah pihak bertemu di medan laga. Peperangan ini berlangsung pada tahun 13 H.

Khalifah Umar bin Khattab r.a. menginstruksikan kepada Abu Ubaid bin Mas'ud ats - Tsaqafi r.a. agar kerap menggelar majelis musyawarah militer dan bersinergi dengan para sahabat Nabi SAW. Sang khalifah juga mengikutsertakan Salith bin Qais r.a. dalam ekspedisi tempur ini. Beliau merupakan ahli taktik dan administratif tempur yang cukup diperhitungkan. Kaum muslimin terpanggil untuk menjadi ujung tombak pada arena pertempuran, menyandang senjata, dan berjuang membela agama Allah SWT.

Ribuan pasukan majusi tiba di bawah komando panglima senior bernama Dzul Hajib. Dikenal sebagai sosok yang licik dengan ciri khas mencukur kedua alisnya. Musuh membawa panji kerajaan sebagai lambang kemenangan yang diberi nama Dirafsy (Panji Agung). Terbuat dari kulit harimau yang memiliki panjang 12 hasta dan lebar 8 hasta. Pasukan islam kala itu berkekuatan 10.000 prajurit. Tidak ada kata lain kecuali siap menyongsong fluktuasi medan perang dengan resiko tinggi. Posisi kedua pasukan tempur itu dipisahkan oleh jembatan panjang di sungai eufrat, Iraq. Perseteruan mempertaruhkan nyawa kembali mencuat di atas jembatan. Rongrongan negara adidaya tersebut siap mencabik - cabik barisan para mujahidin. Puncaknya musuh menyerbu dengan serangan brutal yang diperkuat kavaleri sejumlah gajah. Setiap gajah membawa puluhan serdadu beserta peti persenjataan di atasnya dengan gemerincing lonceng untuk menakut - nakuti pasukan islam. Strategi ini benar - benar memporak - porandakan struktur armada islam. Setiap kali para mujahidin hendak menerobos barikade kuda - kuda mereka tidak mampu bertahan menyibak formasi gajah Majusi Persia tersebut.

Di lain pihak, pasukan kavaleri musuh dari atas gajah bertubi - tubi memberondongkan amunisi senjatanya dengan melepaskan anak panah. Hingga tak terhitung jumlah syuhada muslim yang meregang nyawa. Walau demikian pasukan islam berhasil membunuh 6.000 orang dari mereka. Abu Ubaid r.a. lantas mengubah strategi tempur dengan sistem sentralisasi untuk menghabisi seluruh gajah sebagai target utama. Tak ayal para prajurit islam membunuh gajah - gajah yang ada. Belakangan musuh juga menempatkan seekor gajah putih yang paling besar milik raja mereka di garis terdepan. Abu Ubaid r.a. pun mengayunkan pedangnya untuk menebas belalai gajah tersebut. Tak pelak gajah tersebut mengamuk beringas dan akhirnya menginjak beliau hingga menghembuskan nafas terakhirnya. Ketujuh panglima pengganti beliau juga secara berurutan gugur di arena tempur. Mulanya hampir saja pasukan islam meraih kemenangan, namun sayang kinerja pasukan muslim semakin melemah saat menyaksikan tragedi tersebut.

Titik lemah ini rupanya dapat dibaca oleh Majusi Persia. Dengan demikian musuh memaksimalkan daya serangnya menggempur barisan mujahidin. Keadaan semakin terpuruk ketika banyak tentara islam lari mundur dari zona konflik. Kemunduran juang tersebut semakin menjadi dengan mundurnya Abdullah bin Martsad yang memutus ujung jembatan, agar syuhada muslim kembali bertempur. Lambat laun jembatan itupun runtuh. Kaum muslimin centang perenang tak berdaya hingga sebagian dari mereka hanyut tenggelam di sungai eufrat. Sampai akhirnya puncak komando dipegang Mutsana bin Haritsah. Beliau bersama jagoan perang yang banyak terluka parah berupaya mengevakuasi sisa pasukan yang ada di jembatan dari cengkraman Persia. Lalu pasukan Islam mundur teratur ke belakang. Musuh akhirnya kembali pulang ketika mendengar kekacauan politik di kerajaan mereka. Jumlah pasukan islam yang gugur di perang ini berjumlah 4.000 syuhada. Banyak dari sahabat Nabi SAW yang kehilangan nyawa. Di antaranya adalah Abu Zaid al - Anshari radiyallahu anhu, salah satu anggta tim yang mengumpulkan Al - Qur'an di masa Nabi SAW.

Imperium Persia masih memimpin pertempuran sementara. Mereka begitu terobsesi untuk memusnahkan para mujahidin dari medan perang. Musuh membentuk batalion gabungan infanteri - kavaleri sejumlah 100.000 serdadu. Pasukan yang diperkuat tiga gajah besar ini di bawah komando serang penggawa kerajaan yang bernama Mihran. Meski harus kehilangan teman seperjuangan yang gugur di medan perang pasukan islam tetap tegar bersiaga menjaga daerah perbatasan. Menghadapi prahara jihad yang tidak mengijinkan kesalahan sedikitpun di bawah tekanan pihak kafir. Pasukan islam dengan performa maksimal siap meladeni gelombang serangan musuh.

Kali ini mujahidin islam berjumlah 10.000 syuhada setelah mendapatkan bantuan dari Iraq dan beberapa wilayah lain di sekitarnya. Di dalamnya terdapat beberapa senior sahabat Nabi SAW. Sayap kanan d bawah komando Basyir dan sayap kiri dikomandoi Busr. Yang bertindak sebagai panglima perang tertinggi seluruh syuhada muslim saat itu adalah Mutsana bin Haritsah. Kedua armada bertemu pada bulan Ramadhan di Buwaib, sebuah wilayah yang cukup luas yang terletak di dekat kota Kufah, Iraq saat ini. Antara wilayah Kufah dan Buwaib terbentang sungai Eufrat yang menjadi pemisah keduanya. Mutsana menginstruksikan untuk berbuka puasa, para mujahidin pun menanggapi positif instruksi ini. Dan seluruh satuan perang pada posisi siap memperagakan pola serang secara frontal dan strategis.

Mutsana menaiki kudanya yang hanya dinaiki ketika perang saja. Beliau menasehati para prajurit agar gigih dalam berperang dan mengingatkan kepada ganjaran Allah SWT di hari kelak. Lalu Mutsana memberikan instruksi, "Aku akan bertakbir sebanyak tiga kali, maka bersiap - siaplah. Apabila takbir keempat maka serbulah barikade musuh!" Ketika pekikan takbir pertama berkumandang pasukan musuh yang tersusun dalam tiga formasi raksasa dengan seekor gajah besar ditempatkan di belakang tiap formasi telah mendahului pasukan islam. Pertempuran kembali berkecamuk. Suara gemuruh, derap kuda, dan dentuman keras mengiringi pertempuran yang menggemparkan ini. Tiap - tiap prajurit islam bertempur dengan gagah berani. Aksi mereka tak jauh berbeda dengan sepak terjang panglimanya. Tidak sedikit dari mereka yang gugur atau terluka parah. Tak ketinggalan juga dalam perang ini juga menggugurkan Mas'ud Bin Haritsah sebagai seorang komandan pasukan infanteri, yang sebanding dengan perang Yarmuk di Syam.

Mutsana memompa semangat juang para prajurit seusai mendapati kematian Mas'ud. "Wahai kaum muslimin janganlah kematian saudara kandungku akan melemahkan kekuatan kalian! Sesungguhnya seperti inilah kematian orang - orang terbaik kalian." Ya karena kesudahan yang baik adalah bagi orang - orang yang bertaqwa.

Di saat api pertempuran berkobar dengan hebat Mutsana menggalang para jagoan perang untuk maju dan melindungi beliau dari belakang. Pasukan khusus ini menyusup menyibak formasi pasukan musuh dengan kewaspadaan tingkat tinggi. Kedua kubu akhirnya bercampur antara satu dengan lainnya. Manuver spektakuler tersebut membuahkan hasil yang luar biasa. Formasi barikade pertahanan musuh tercerai - berai hingga satuan penyerbu mekanis tersebut mampu menerobos ke posisi Mihran. Akhirnya Mihran berhasil ditikam oleh Al - Mundzir bin Hasan adh - Dhabbi hingga jatuh tersungkur dari kudanya yang diwarnai kuning dengan bertanda bulan sabit di keningnya. Tanpa menyia - nyiakan peluang tersebut Jarir bin Abdillah al - Bajali r.a. secepat kilat memenggal leher Mihran. Menyaksikan fenomena tragis tersebut musuh berupaya melarikan diri dari bentrokan maut itu. Nahas mereka berhasil dihadang oleh pasukan muslim di dekat jembatan.

Selanjutnya para mujahidin menghabisi para penyembah api dari siang hingga malam hari. Fakta sejarah mencatat jumlah pasukan Persia yang terbunuh saat itu sekitar 100.000 serdadu. Kemenangan pun diraih. Usai perang Mutsana mengumpulkan bala tentaranya di bekas arena pertempuran. Beliau menanyakan sepak terjang mereka sepanjang laga. Lalu memberikan penghargaan dan mendoakan mereka...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar