Dalam sebuah hadist Rasullullah SAW pernah bersabda, "Kejarlah dunia seolah - olah kau akan hidup selamanya. Tetapi bersujudlah seolah - olah kau akan wafat esok pagi." Hadist yang sangat terkenal tersebut meminta manusia berimbang dalam hal keduniawian serta akhirat. Sejatinya memang dunia ini adalah sarana untuk menuju akhirat, bukannya sebaliknya.
Di dalam kehidupan bermasyarakat dengan beragam orang dengan latar belakang yang berbeda harusnya membuat kita semakin menyadari tentang kebesaran Illahiah Allah SWT. Begitu kuasanya Dia Sang Maha Pencipta yang mampu untuk membuat skema kehidupan yang begitu rumit dan detail seperti ini.
Di dalam kehidupan bermasyarakat sendiri terdapat beberapa orang yang diberikan kelebihan dalam hal kesempatan dan kemampuan untuk menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuannya. Ada juga beberapa orang yang diberikan Allah SWT kelebihan dalam mengerti ilmu - ilmu Illahiyah Allah SWT baik yang tampak maupun tidak. Ada juga beberapa orang yang Allah SWT tidak berikan kelebihan dan kemampuan apa - apa karena sejatinya karena kesalahannya sendiri.
Dengan begitu di tengah masyarakat yang begitu pluralisme seperti Indonesia diperlukan berbagai tingkat disiplin ilmu yang saling terkait satu dengan lainnya untuk mengatasi permasalahan masyarakat yang kini melanda. Terlebih dalam hal ekonomi.
Pernah saya membaca suatu berita di salah satu surat kabar di Surabaya yang mengatakan diperkirakan Indonesia akan menuju kepada tingkat negara maju pada tahu 2042 kalau saya tidak ingat, dengan Malaysia merupakan negara Asia Tenggara tercepat yang akan menuju ke fase negara maju - diperkirakan pada tahun 2020 besok.
Menurut saya hal ini cukup menggelitik, karena sejatinya kita mampu untuk menjadi "Negara Sejahtera" lebih cepat dan lebih baik daripada siapapun. Melihat besarnya jumlah rakyat Indonesia serta masih adanya potensi - potensi keekonomian yang belum tereksploitasi dengan sempurna.
Saya tidak paham dengan teori ekonomi yang begitu
njelimet. walaupun saya merupakan sarjana dari salah satu universitas terbaik di Indonesia. Ini hanya pengandaian kecil bagi pemikiran bodoh - bodohan saya saja. Seandainya saja orang yang sudah berpenghasilan - berapapun - itu menyisihkan penghasilannya sebesar minimal 2,5% saja setiap bulan dan dikelola oleh suatu lembaga terpercaya - baik itu dari pemerintah maupun swasta - maka bisa diperkirakan potensi modal usaha yang bisa didapatkan bukan? Katakanlah orang berpenghasilan di Indonesia ini sekitar 10 juta orang, dan penghasilan yang disisihkan setiap bulan minimal 10 ribu rupiah saja. Sudah bisa dipastikan bukan potensi modal usaha per bulan dari masyarakat Indonesia. Itu hanya asumsi dasar, karena saya yakin potensi masyarakat Indonesia jauh lebih besar daripada itu...
Dan dana - dana yang diperoleh dari masyarakat tadi diputar untuk usaha maka bisa dibayangkan bukan bagaimana
multiplier effect yang akan nanti diperoleh? Kita bisa mulai dengan menggunakan koperasi sebagai badan usaha untuk menampung kegiatan perekonomian masyarakat suatu daerah. Dan spesialisasi kegiatan produksi untuk suatu wilayah, maka dalam jangka waktu yang tidak akan lama angka kemiskinan akan dapat berkurang dengan angka angkatan kerja yang terus meningkat setiap tahun.
Anggaplah contoh, Kalimantan membentuk koperasi dengan hasil utama menghasilkan barang - barang meubel. Maka Sulawesi mungkin membentuk koperasi dengan hasil utama dalam bidang perikanan. Bisa berupa sarden, atau bentuk - bentuk pengawetan ikan lainnya.
Yang perlu diperhatikan disini koperasi tersebut berasaskan untuk mensejahterakan anggota. Hal ini berarti kegiatan utamanya ya untuk mensejahterakan anggota, seperti menjual sembako dan lain sebagainya. Contoh pada paragraf di atas bisa dikatakan adalah hasil dari kegiatan perekonomian suatu koperasi yang awalnya bertugas mensejahterakan anggota untuk lebih mampu lagi mensejahterakan anggotanya. Atau dalam bahasa bisnisnya ekspansi kegiatan usaha yang dilindungi oleh pemerintah melalui regulasi - regulasi serta pemberian fasilitas secara umum.
Bingung nggak sih? Karena jujur saja saya yang nulis juga bingung, hanya saja secara garis besar seperti itulah gambaran yang bisa saya berikan.
Kita juga bisa membuat produk "Ekspor Rasa Lokal" dengan meniru barang - barang luar negeri yang dijual di pasaran kita dengan nantinya akan dijual kembali menggunakan merk luar tersebut atau "New Local Brand of Indonesia". Itu terserah nanti. Semakin gencar kampanye "Cinta Indonesia" dan dibumbui dengan rasa nasionalisme serta rasa memiliki antar kesukuan yang masih sangat kental hal ini bisa memberikan stimulus yang sangat besar kepada pasar Indonesia untuk beralih segmentasi menggunakan barang - barang lokal.
Tentu banyak sekali perdebatan yang akan timbul terkait hal ini. Atau mungkin pendapat yang tidak berdasar. Atau justru pendapat sampah. Hanya saja ini saran saya bagi kemajuan perekonomian Indonesia, terserah pendapat orang seperti apa. Kalau memang ada pendapat yang lebih efektif dan mampu untuk dilakukan,
monggo saya terbuka sekali untuk menerimanya...
Yang jelas menyadur salah satu tweet dari followers Presiden Jancukers, @sudjiwotedjo "Negeri ini akan makmur kalau yang kaya tidak pelit untuk berbagi kekayaanya dan yang pintar tidak pelit untuk berbagi ilmunya." Kalau tidak sekarang, kapan lagi?